Ada
tiga faktor penyebab rendahnya mutu pendidikan yaitu :
- kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan nasional menggunakan pendekatan educational production function atau input-input analisis yang tidak consisten;
- penyelenggaraan pendidikan dilakukan secara sentralistik;
- peran serta masyarakat khususnya orang tua siswa dalam penyelenggaraan pendidikan sangat minim (Husaini Usman, 2002).
Berdasarkan
penyebab tersebut dan dengan adanya era otonomi daerah , dan tutuntan era
global maka kebijakan strategis yang diambil Direktorat Jenderal Pendidikan
Dasar dan Menengah dalam meningkatkan mutu pendidikan untuk mengembangkan SDM
adalah :
1)
Manajemen
peningkatan mutu berbasis sekolah (school based management) dimana
sekolah diberikan kewenangan untuk merencanakan sendiri upaya peningkatan mutu
secara keseluruhan;
2)
Pendidikan yang
berbasiskan pada partisipasi komunitas (community based education) di mana
terjadi interaksi yang positif antara sekolah dengan masyarakat, sekolah
sebagai community learning center; dan
3)
Dengan
menggunakan paradigma belajar atau learning paradigm yang akan menjadikan
pelajar-pelajar atau learner menjadi manusia yang diberdayakan.
Selain
itu pemerintah telah mengumumkan suatu gerakan nasional untuk peningkatan mutu
pendidikan, sekaligus menghantar perluasan pendekatan Broad Base Education
System (BBE) yang memberi pembekalan kepada pelajar untuk siap bekerja
membangun keluarga sejahtera. Dengan pendekatan itu setiap siswa diharapkan
akan mendapatkan pembekalan life skills yang berisi pemahaman yang luas dan
mendalam tentang lingkungan dan kemampuannya agar akrab dan saling memberi
manfaat. Lingkungan sekitarnya dapat memperoleh masukan baru dari insan yang
mencintainya, dan lingkungannya dapat memberikan topangan hidup yang
mengantarkan manusia yang mencintainya menikmati kesejahteraan dunia akhirat.
Untuk merealisasikan kebijakan diatas maka sekolah perlu
melakukan manajemen peningkatan mutu. Manajemen Peningkatan Mutu (MPM) ini
merupakan suatu model yang dikembangkan di dunia pendidikan, seperti yang telah
berjalan di Sidney, Australia yang mencakup :
a)
School Review,
b)
Quality Assurance, dan
c) Quality Control, dipadukan dengan model yang dikembangkan di Pittsburg, Amerika
Serikat oleh Donald Adams, dkk. Dan model peningkatan mutu sekolah dasar yang
dikembangkan oleh Sukamto, dkk. Dari IKIP Yogyakarta (Depdikbud,2000)
Manajemen peningkatan mutu sekolah adalah suatu metode
peningkatan mutu yang bertumpu pada sekolah itu sendiri, mengaplikasikan
sekumpulan teknik, mendasarkan pada ketersediaan data kuantitatif &
kualitatif, dan pemberdayaan semua komponen sekolah untuk secara
berkesinambungan meningkatkan kapasitas dan kemampuan organisasi sekolah guna
memenuhi kebutuhan peserta didik dan masyarakat. Dalam Peningkatan Mutu yang
selanjutnya disingtkat MPM, terkandung upaya :
a)
mengendalikan proses yang berlangsung di sekolah baik kurikuler maupun
administrasi,
b)
melibatkan proses diagnose dan proses tindakan untuk menindak lanjuti diagnose,
c) memerlukan partisipasi semua fihak : Kepala sekolah, guru, staf administrasi,
siswa, orang tua dan pakar.
Adapun
penyusunan program peningkatan mutu dengan mengaplikasikan empat teknik :
a)
Sekolah Tinjauan,
b)
Benchmarking,
c)
Jaminan Kualitas, dan
d)
Kualitas Kontrol
Berdasarkan “Panduan Manajemen
Sekolah ( Depdikbud 2000) dijelaskan sebagai berikut :
A) Sekolah
Tinjauan
Suatu
proses dimana seluruh komponen sekolah bekerja sama khususnya dengan orang tua
dan tenaga profesional (ahli) untuk mengevaluasi dan menilai efektivitas
sekolah, serta mutu lulusan.
Sekolah
Tinjauan dilakukan untuk menjawab pertanyaan berikut :
1.
Apakah yang
dicapai sekolah sudah sesuai dengan harapan orang tua siswa dan siswa sendiri ?
2.
Bagaimana
prestasi siswa ?
3.
Faktor apakah
yang menghambat upaya untuk meningkatkan mutu ?
4.
Apakah
faktor-faktor pendukung yang dimiliki sekolah ?
Sekolah Tinjauan akan menghasilkan rumusan tentang
kelemahan-kelemahan, kelebihan-kelebihan dan prestasi siswa, serta rekomendasi
untuk pengembangan program tahun mendatang.
B)
Benchmarking :
Suatu kegiatan untuk menetapkan standar dan target yang
akan dicapai dalam suatu periode tertentu. Benchmarking dapat diaplikasikan
untuk individu, kelompok ataupun lembaga.
Tiga pertanyaan mendasar yang akan dijawab oleh
benchmarking adalah :
1.
Seberapa baik kondisi kita?
2.
Harus menjadi seberapa baik?
3.
Bagaimana cara untuk mencapai yang baik tersebut?
Langkah-langkah yang dilaksanakan adalah :
1.
Tentukan focus;
2.
Tentukan aspek/variabel atau indikator,
3.
Tentukan standar ;
4.
Tentukan gap (kesenjangan) yang terjadi.;
5.
Bandingkan standar dengan kita;
6.
Rencanakan target untuk mencapai standar,
7.
Rumuskan cara-cara program untuk mencapai target
C)
Jaminan Kualitas
Suatu teknik untuk menentukan bahwa proses pendidikan
telah berlangsung sebagaimana seharusnya. Dengan teknik ini akan dapat
dideteksi adanya penyimpangan yang terjadi pada proses. Teknik menekankan pada
monitoring yang berkesinambungan, dan melembaga, menjadi subsistem sekolah.
Jaminan Kualitas akan menghasilkan informasi, yang :
1)
Merupakan umpan balik bagi sekolah;
2) Memberikan jaminan bagi orang tua siswa bahwa sekolah senantiasa memberikan
pelayanan terbaik bagi siswa.
Untuk melaksanakan Jaminan Kualitas menurut Bahrul Hayat
(2000), maka sekolah harus :
1)
Menekankan pada
kualitas hasil belajar;
2)
Hasil kerja
siswa dimonitor secara terus menerus;
3) Informasi dan
data dari sekolah dikumpulkan dan dianalisis untuk memperbaiki proses di
sekolah.;
4)
Semua pihak
mulai kepala sekolah, guru, pegawai administrasi, dan juga orang tua siswa
harus memiliki komitmen untuk secara bersama mengevaluasi kondisi sekolah yang
kritis dan berupaya untuk memperbaiki.
D) Kualitas
Kontrol
Suatu sistem untuk mendeteksi terjadinya
penyimpangan kualitas output yang tidak sesuai dengan standar. Kualitas kontrol
memerlukan indikator kualitas yang jelas dan pasti, sehingga dapat ditentukan
penyimpangan kualitas yang terjadi.
0 komentar:
Posting Komentar